Monday, 06 May 2024

Soal Pabrik Sawit Tanpa Kebun Ini Kata Ketum Apkasindo

news24xx


Soal Pabrik Sawit Tanpa Kebun  Ini Kata Ketum ApkasindoSoal Pabrik Sawit Tanpa Kebun Ini Kata Ketum Apkasindo
https://swastikaadvertising.com/

NEWS24.CO.ID - Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Gulat Manurung angkat suara soal munculnya polemik Pabrik Kelapa Sawit (PKS) tanpa kebun atau PKS Komersil.

Menurut dia, semuanya bisa selesai jika pemerintah mewajibkan semua pabrik sawit tanpa kecuali untuk bermitra dengan petani. Dengan bermitra, semua pasokan TBS dipastikan akan bersumber dari petani mitranya. 

Menurut dia, Kementerian Pertanian (Kementan) harus lebih berperan melakukan penertiban melalui mandatori kemitraan lewat memperkuat Permentan 01 tahun 2018 melalui revisi. Menurut dia, jika PKS tanpa kebun ditertibkan sebagaimana dalam surat edaran (SE) Dirjenbun dengan mewajibkan PKS terintegrasi dengan kebun inti, justru akan memberi dampak negatif kepada petani swadaya. 

Baca juga : Wapres Dijadwalkan Hadiri Sejumlah Agenda Kerja Di Kota Bandung

Menurut dia, jika perusahaan PKS Komersial tidak mampu menyiapkan kebun intinya akan dicabut izin pabrik tersebut akan berakibat fatal dan bagi petani sawit swadaya yang sangat tergantung ke PKS Komersial ini. “Jadi menurut saya Surat Edaran Dirjenbun nomor 245/2024 yang ditujukan kepada Gubernur, Bupati, Walikota dari Aceh sampai Papua, tidak tepat dan tidak melihat permasalahan yang sebenar-benarnya,” tegas Doktor Lulusan Universitas Riau ini.

Menurut dia, Presiden Jokowi dan Presiden terpilih Prabowo Subianto sudah berkali-kali mengatakan untuk kepentingan rakyat tidak dapat ditawar-tawar dan ditempatkan di atas segalanya. Ada 6,87 juta hektar kebun sawit rakyat yang menghidupi 17 juta KK (belum termasuk anak istri) petani sawit dan pekerja sawit. Jadi, kata dia, harus sangat hati-hati dalam mengambil kebijakan ataupun regulasi,” harap Gulat.

“Usul kami ini sangat menguntungkan semua pihak (pabrik sawit konvensional, Komersil, Petani Sawit Swadaya dan Plasma) yaitu adanya kepastian pasokan TBS dan pabrik sawit yang selama ini tertib melakukan kemitraan (Plasma-Inti) sehingga tidak pusing dengan ‘godaan’ pabrik sawit Komersil. Kalau tidak dimandatorikan, maka petani swadaya yang luasnya 93 persen dari 6,87 juta hektar akan menjadi korban sebagaimana sudah berlangsung pada 6 tahun terakhir,” tuturnya.

Baca juga : Shin Tae yong Diuji, Indonesia Ketemu Korsel Di Perempat Final

Bukan tanpa sebab, Gulat menjelaskan, selama ini harga TBS petani swadaya dibeli oleh pabrik sawit selalu di bawah harga acuan dinas perkebunan di 22 Provinsi Apkasindo. Meski harus diakui bahwa sering juga terjadi pabrik sawit komersil yang justru membeli TBS Petani Swadaya dengan harga yang lebih tinggi dari harga Disbun dan ini membuat pabrik konvensional pusing karena plasmanya jadi tergoda ke PKS Komersil.

“Kalau yang benar-benar petani sawit, pasti merasakan kebermanfaatan PKS jenis ini, seperti misalnya tidak perlu antri berhari-hari di PKS, namun terkadang lebih sibuk bagi yang hanya merasa petani,” ujar Gulat.

Gulat menilai, apabila terdapat keinginan membatasi PKS itu jelas bertujuan monopoli. Gulat pun menepis apabila kehadiran pabrik Komersil kerap mengganggu pabrik konvensional karena mengambil TBS pekebun mitra-plasmanya.

Baca juga : Soal Putusan Sengketa Pilpres, Andi Gani Minta Semua Pihak Legowo

“Rawatlah dengan baik kemitraannya supaya jangan bercerai, merawat itu bisa dalam bentuk transparansi, harga yang stabil, tidak ada potongan, timbangan pabrik siap selalu ditera, hutang petani plasma jelas ujungnya dan lain-lain yang membuat kemitraan itu semakin mesra bukan bernostalgia,” lanjut Gulat.

Menurut dia, tidak mungkin investor akan membangunan pabrik sawit jika pasokan TBS-nya tidak pasti. “Saat ini tinggal plotkan saja mana mitranya, lalu ikat dengan kemitraan dan umumkan. Jika masih menerima TBS yang bukan dari mitranya, langsung cabut izinnya,” ujar Gulat lagi.

Gulat justru berharap Kementan mengemban amanah negara untuk menolong petani sawit swadaya khususnya yang luasnya 93 persen dari total luas perkebunan rakyat (6,87 juta ha). “Anda bisa bayangkan betapa memprihatinkannya nasib petani sawit swadaya dimana selisih harga Disbun rerata Rp 500-1000/kg TBS, belum lagi kejamnya potongan timbangan wajib di PKS rerata 5-15 persen dan ini sudah berlangsung puluhan tahun. Mari buka mata dan telinga,” pungkas Gulat.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat NEWS24.CO.ID News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Sumber : rm.id





Loading...